Pemerintah melalui Menteri Keuangan RI sejak 17 September 2009 telah menetapkan pemberian sanksi pembekuan izin usaha kepada delapan akuntan publik (AP) dan kantor akuntan publik (KAP).
Hal ini dikarenakan yang bersangkutan ( KAP ) belum sepenuhnya mematuhi Standar Auditing (SA)-Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan yang dinilai berpotensi berpengaruh cukup signifikan terhadap Laporan Auditor Independen dantidak menyampaikan laporan tahunan KAP.

Dari Informasi ini ternyata suatu instansi yang disebut independen hanyalah omong kosong belaka. Seorang yang profesional tetap saja tidak bisa menjamin kualitas profesinya meskipun sudah memiliki sertifikasi. Hal ini kembali lagi kepada sikap mental diri masing-masing profesi karena sifat seseorang tidak bisa dirubah dari berbagai peraturan. Semakin pintar seseorang, semakin ia bisa menyimpang dari aturan yang ada. Terbukti bahwa IQ ( kecerdasan intelektual ) tinggi tidak bisa menjamin kualitas diri seseorang tetapi EQ ( kecerdasan emosi ) lah yang bisa menjadi jaminan kualitas diri seseorang.

Mungkin untuk ujian menjadi seorang akuntan publik sebaiknya tidak hanya dilihat secara tertulis tapi bisa ditambah dengan pengujian Kecerdasan Emosi ( EQ ) dan untuk mendapatkan sertifikat harus melalui tahap-tahap yang bisa menjamin seseorang itu profesional. Selain itu, peran serta pemerintah juga dibutuhkan untuk mengawasi kinerja dari suatu KAP.

Independensi dan obyektivitas adalah tulang punggung profesi akuntan publik. Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur pemeriksaan yang harus dimiliki oleh setiap akuntan publik. Akuntan harus independen dari setiap kewajiban / independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diperiksanya. Di sampung itu, akuntan tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independennya, tetapi ia harus pula menghindari keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya. Sikap mental inilah yang sulit untuk dipertahankan, dalam masalah ini jika akuntan menerima parcel.

Jika Akuntan berada dalam kondisi tersebut, maka akuntan bisa mengalami dilema etika.Keadaan yang seringkali mengganggu sikap mental independen, yaitu:
1. Sebagai seorang yang melaksanakan pemeriksaan secara independen, akuntan dibayar oleh kliennya atas
jasanya tersebut.
2. Sebagai penjual jasa seringkali akuntan mempunyai kecenderungan untuk memuaskan keinginan kliennya.
3. Mempertahankan sikap mental independen seringkali dapat menyebabkan lepasnya klien.

Jadi, dalam masalah etika tersebut kembali lagi ke pribadi masing-masing akuntan dalam mempertahankan sikap independennya karena dari setiap kondisi pasti menimbulkan suatu dilema. Namun sebaiknya sebagai seorang yang profesional seperti akuntan publik harus bisa mempertahankan independensinya dan tetap obyektif terhadap klien yang memberikan parcel.
Untuk menjadi seorang Entrepreneur diperlukan "MBA", "MBA" yang dimaksud di sini bukanlah gelar akademis "Master of Business Administration melainkan filosofi bisnis. Yang Terdiri dari 3 versi "MBA", yaitu :

1. "MBA" versi 1.0 ( Management By Action )
Yang berarti memulai bisnis itu harus segera mungkin ( action oriented ), jika kebanyakan
mikir dan hitung-hitungan maka kita tidak akan melangkah tetapi jika kita memaksakan
diri untuk melangkah, maka kita akan berpikir dengan sendirinya. Misalkan, kita ingin
berbisnis restoran tetapi ternyata restoran kita sepi barulah kemudian kita memikirkan
penyebabnya secara pasti.
2. "MBA" versi 2.0 ( Management By Adjusment )
Setelah tahu penyebabnya, barulah segala sesuatunya kita sesuaikan ( Adjusment ), maka
diperlukan kesesuaian agar bisnis tetap berjalan.
3. "MBA" versi 3.0 ( Management By Administration )
Selesai dengan Action dan Adjusment, selanjutnya kita tetapkan sistem yang digunakan
agar suatu bisnis tetap terus berjalan.